Kelompok 8 :
1. Ela Komala (12213851)
2. Neneng Noviatni Z (16213383)
3. Nia Widiawati (16213407)
4. Sarah Nurlita (18213267)
5. Wandhita Pratiwi (19213225)
4. Sarah Nurlita (18213267)
5. Wandhita Pratiwi (19213225)
Perikatan dapat dihapus jika memenuhi
kriteria – kriteria sesuai dengan pasal 1381 KUH perdata. Ada 10 cara
penghapusan suatu perikatan, sebagai berikut :
1.
karena
pembayaran;
Pembayaran, adalah pelunasan utang oleh
debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang
atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya
dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, guru
privat dan lain-lain.
Yang dimaksud oleh undang – undang dengan perkataan “pembayaran” ialah
pelaksanaan pemenuhan tiap perjanjian sukarela, artinya tidak dengan paksaan
atau eksekusi.
Pihak yang wajib membayar yaitu :
a. Debitur
b. Seorang pihak ketiga yang tidak
mempunyai kepentingan, melainkan orang ketiga tersebut bertindak atas nama
untuk melunasi utangnya debitur atau pihak ketiga yang bertindak atas namanya sendiri.
2.
karena
penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
Undang – undang memberikan
kemungkinan kepada debitur yang tidak dapat melunasi utannya karena tidak
mendapatkan bantuan dari kreditur, untuk membayar hutangnya denganjalan
penawaran pembayaran yang dikuti dengan penitipan. Penawaran pembayaran di
ikuti dengan penitipan hanya dimungkinkan pada perikatan untuk membayar
sejumlah uang atau menyerahkan barang – barang bergerak.
Apabila penawaran pembayaran tidak
diterima, debitur dapat menitipkan apa yang ia tawarkan.
3.
karena
pembaruan utang;
Pembaharuan utang atau
Novasi adalah suatu
persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang
bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan
semula.
4.
karena
perjumpaan utang atau kompensasi;
Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang
dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara
kreditur dan debitur (vide: Pasal 1425 BW).
5.
karena
percampuran utang;
Percampuran Utang atau
Konfusio adalah percampuran
kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi
satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal
oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan
harta kawin.
6.
karena
pembebasan utang;
Pembebasan hutang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur
melepaskaan haknya untuk menagih piutangnya dari kreditur. Pembebasan hutang
tidak mempunyai bentuk tertentu melainkan adanya persetujuan dari kreditur.
7.
karena
musnahnya barang yang terutang;
Jika barang tertentu yang menjadi objek dari
perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang sedemikian hingga
sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah
perikatannya asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berhutang
dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Bahkan juga meskipun debitur itu lalai
menyerahkan barang itu (terlambat),iapun akan bebas dari perikatan apabila ia
dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian
diluar kekuasaannya dan bahwa barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama
meskipun sudah berada di tangan kreditur.
Apabila si berhutang , dengan terjadinya
peristiwa-peristiwa seperti di atas telah dibebaskan dari perikatannya terhadap
krediturnya , maka ia diwajibkan menyerahkan kepada kreditur itu segala hak
yang mungkin dapat dilakukannya terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai
pemilik barang yang telah hapus atau hilang itu.
8.
karena
kebatalan atau pembatalan;
Meskipun disini disebutkan kebatalan dan
pembatalan, tetapi yang benar adalah “pembatalan” saja, dan memang kalau kita
melihat apa yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya dari Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata ,ternyatalah bahwa ketentuan-ketentuan disitu
kesemuanya mengenai “pembatalan”. Kalau suatu perjanjian batal demi hukum maka
tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang sesuatu
yang tidak ada suatu perikatan hukum yang dilahirkan karenanya, dan barang
sesuatu yang tidak ada tentu saja tidak dihapus.
Yang diatur oleh pasal 1446 dan selanjutnya
adalah pembatalan perjanijan-perjanjian yang dapat dimintakan pembatalan
(vernietigbaar atau voidable) sebagaimana yang sudah kita lihat pada waktu kita
membicarakan tentang syarat-syarat untuk suatu perjanjian yang sah (Pasal 1320)
Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan
syarat subyektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara: pertama ,secara aktif
menurut pembatalan perjanjian yang demikian itu dimuka hakim. Kedua, secara
pembelaan yaitu menunggu sampai digugat di muka hakim untuk memenuhi perjanjian
dan sisitulah baru memajukan tentang kekurangannya perjanjian itu.
9.
karena
berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku ini;dan
Perikatan bersyarat itu
adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang
masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi,baik secara menangguhkan
lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan
perikatan menurut terjadi tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam hal yang pertama, perikatan dilahirkan
hanya apabila peristiwa yang termaksud itu terjadi. Dalam hal yang kedua suatu
perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir dibatalkan apabila
peristiwa yang termaksud itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir itu
dinamakan suatu perikatan denagn suatu syarat batal.
Dalam hukum perjanjian pada azasnya syarat batal
selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal
adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya dan
membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah
ada suatu perjanjian,demikianlah pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dengan demikian maka syarat batal itu mewajibkan si berhutang untuk
mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang
dimaksudkan terjadi.
10.
karena
lewat waktu, yang akan diatur dalam suatu bab sendiri.
Menurut pasal 1946 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, yang dinamakan “daluwarsa” atau “lewat waktu” ialah
suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang
dinamakan daluwarsa “acquisitip” sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari
suatu perikatan (Atau suatu tuntutan) dinamakan daluwarsa “extinctip”.
Daluwarsa dari macam yang pertama tadi sebaiknya dibicarakan berhubungan dengan
hukum benda. Daluwarsa dari macam yang kedua dapat sekedarnya dibicarakan di
sini meskipun masalah daluwarasa itu suatu masalah yang memerlukan pembicaraan
tersendiri. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masalah daluwarsa itu
diatur dalam Buku IV bersama-sama dengans oal pembuktian.
Menurut pasal 1967 maka
segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat
perseorangan , hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu 30 tahun,sedangkan
siapa yang menunjukan akan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan
suatu atas hak, lagi pula tak dapat dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan
yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
Dengan lewatnya waktu
tersebut di atas hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggal pada suatu
“perikatan bebas” (natuurlijke verbintenis) artinya kalau dibayarkan boleh
tetapi tidak dapat dituntut di muka hakim. Debitur jika ditagih hutangnya atau
dituntut di muka pengadilan dapat memajukan tangkisan (eksepsi)tentang
kadaluwarsanya piutang dan dengan demikian mengelakkan atau menangkis setiap
tuntutan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar