Ahmad Dhani Mundur dari Bursa Bakal Calon
Gubernur DKI Jakarta
Kemunculan calon independen dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak bisa dianggap sebagai upaya deparpolisasi melainkan koreksi terhadap sistem kaderisasi dan kinerja parpol.
"Ini bukan soal deparpolisasi, tapi partai yang lemah dalam menjalankan fungsi utama yaitu kaderisasi untuk menempati jabatan politik," kata pengamat politik dari Fisip Universitas Indonesia, Maswadi Rauf.
Menurutnya, sebagian besar parpol belum memiliki calon yang dianggap tepat, sehingga mereka menunggu perkembangan siapa calon yang paling populer.
"Partai masih menunggu siapa orang yang cocok untuk diajukan. Di sini, terlihat partai kurang percaya diri untuk mengajukan calon," papar Maswadi.
Isu deparpolisasi atau menghilangkan peran partai muncul ke permukaan setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan ingin maju mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta melalui jalur independen.
Walaupun belakangan dia membantah mengeluarkan pernyataan seperti itu, Ahok menegaskan kembali bahwa dia lebih nyaman mencalonkan diri melalui jalur independen.
Ahok dituduh berupaya melakukan deparpolisasi setelah melontarkan pernyataan bahwa dia enggan dicalonkan partai politik karena harus mengeluarkan 'uang mahar' untuk biaya politik.
Walaupun belakangan dia membantah mengeluarkan pernyataan seperti itu, Ahok menegaskan kembali bahwa dia lebih nyaman mencalonkan diri melalui jalur independen.
"Kalau sudah ikut Teman Ahok (relawan pendukung Ahok untuk maju lewat jalur independen), saya lebih enak, enggak keluar duit," kata Basuki di Jakarta.
Mantan Bupati Belitung Timur ini juga mengatakan dirinya lebih bergantung kepada kinerja relawannya, karena PDI Perjuangan disebutnya belum memberikan kepastian.
Problem komunikasi PDI-P dan Ahok
Sementara, politisi PDI Perjuangan Eva Sundari menyayangkan kemunculan isu deparpolisasi terkait rencana pencalonan Ahok dalam bursa calon Gubernur DKI Jakarta.
"Sayangnya, ketika problem komunikasi antara Ahok dan PDI-P, itu dikerdilkan menjadi isu deparpolisasi," kata Eva saat dihubungi BBC Indonesia, Minggu (13/03) siang.
Problem komunikasi itu, lanjutnya, terlihat dari sikap Basuki Tjahaja yang kurang sabar menunggu proses mekanisme penjaringan calon kepala daerah di PDI-P.
Menurutnya, PDI-P saat ini menyiapkan beberapa opsi calon gubernur DKI Jakarta, termasuk Ahok. "Tapi kalau harga politiknya terlalu mahal, dan Pak Ahok tidak mau mengikuti prosedur, PDI-P akan menggunakan opsi lainnya," tandas Eva Sundari.
"Kita 'kan bukan seperti relawan Teman Ahok yang cair. Di PDI-P itu ada proses penjaringan, ada musyawarah khusus," katanya.
Menurutnya, PDI-P saat ini menyiapkan beberapa opsi calon gubernur DKI Jakarta, termasuk Ahok. "Tapi kalau harga politiknya terlalu mahal, dan Pak Ahok tidak mau mengikuti prosedur, PDI-P akan menggunakan opsi lainnya," tandas Eva.
Namun demikian, dia menambahkan, saat ini PDI-P mulai bisa berkomunikasi lebih baik dengan Ahok. "Ibu Mega sayang banget sama Ahok, tapi om Ahok jangan gampang kena kompor," tambahnya.
'Partai dukung Ahok bukan kehinaan'
Menanggapi anggapan partai politik saat ini kesulitan mencetak calon pemimpin sehingga menunjuk calon di luar partai, Eva Sundari mengatakan anggapan itu tidak bisa diberlakukan pada semua partai.
"Memang kami belum puas dalam kaderisasi internal, tetapi kami sudah melampaui partai lain, ada Ganjar (Gubernur Jateng) dan Risma (Wali kota Surabaya), misalnya," katanya.
Secara terpisah, politisi Partai Nasional Demokrat, Akbar Faisal, mengatakan partainya tetap mendukung pencalonan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.
Kemunculan calon independen dalam pemilihan tidak bisa dianggap sebagai upaya deparpolisasi, melainkan koreksi terhadap sistem kaderisasi dan kinerja parpol.
"Kenapa Nasdem mendukung Ahok, karena banyak pertimbangan. Salah-satunya ini adalah peringatan masyarakat khususnya masyarakat Jakarta, bahwa kepercayaan terhadap parpol sungguh berada di titik nadir," kata Faisal.
"Bagi kami, untuk mengakui itu bukan kehinaan, karena realitasnya seperti itu. Sebagai cermin sekaligus otokritik," tambahnya.
Dalam bursa calon gubernur DKI Jakarta 2017, selain Basuki Tjahaja Purnama, telah muncul nama-nama seperti Yusril Ihza Mahendra, Adhyaksa Dauld, Abraham Lunggana dan Sandiaga Uno, dan seorang mantan wartawan, Ahmad Taufik.
Walaupun belum dicalonkan secara resmi oleh partai-partai, mereka mengatakan akan maju dalam pencalonan pilkada DKI Jakarta tahun depan, melalui jalur parpol.
Semula Wali kota Bandung Ridwan Kamil didorong untuk ikut bersaing dalam Pilkada DKI Jakarta, tetapi belakangan dia urung mencalonkan diri menantang Gubernur Ahok, setelah melakukan semacam konsultasi publik.
Dalam Pilkada DKI Jakarta 2012, PDI-P dan Partai Gerindra mencalonkan pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama, dan berhasil mengalahkan lawan-lawannya.s
Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul tak ambil pusing Farhat Abbas yang ikut-ikutan ingin mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta. Padahal, Demokrat saat ini belum memutuskan akan mendukung salah satu figur yang akan diusungnya.
Ruhut juga mengomentari perseteruan Farhat Abbas dan Ahmad Dhani. Bagi dia tidak ada yang pantas jadi Gubernur DKI Jakarta.
"Lucu lah, kan satu, 'Saya lah jadi yang pantes jadi gubernurnya'. Satunya, 'Saya dan dia wakilnya karena ini itu'. Kita tahu setiap hari Farhat dan Dhani berantem terus kan," kata Ruhut Sitompul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (19/2/2016).
Anggota Komisi III DPR inipun mengaku tak habis pikir apa yang direncanakan Farhat Abbas dan pentolan grup band Dewa 19 ini. Mereka menyatakan keinginannya untuk menjadi Gubernur DKI hingga mencari dukungan ke tempat hiburan Kalijodo yang sebentar lagi akan digusur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Nah, dalam hati gua siapa yang milih kalian? Ramai Kalijodo semua sibuk ke sana, kan yang kadang-kadang yang saya lihat yang ramai di Kalijodo ini lucu-lucu juga ini. " seloroh Ruhut.
Oleh karena itu, Ruhut pun berpesan kepada Farhat Abbas dan Ahmad Dhani, jika berpolitik itu tidak boleh main-main. Apalagi ingin mencalonkan diri menjadi gubernur di wilayah Ibu Kota.
"Enggak boleh ini Gubernur DKI jangan dibikin main-main kita harus serius. Ini barometer, miniaturnya Republik Indonesia DKI ini. Jadi semua calon itu harus baik dan rakyat tau siapa yang terbaik," tandas Ruhut.
Ahmad Dhani di Calonkan Oleh PKB
Partai Kebangkitan Bangsa masih melakukan survei untuk pencalonan Gubernur DKI Jakarta, kata Sekretaris Jenderal PKB, Abdul Kadir Karding.
"PKB masih dalam posisi survei dan koordinasi dengan partai lain," katanya usai mengikuti Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di Balai Desa Campursari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Sabtu (26/3).
Ia menyatakan PKB tidak akan memberikan dukungan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI mendatang. Anggota Komisi III DPR RI ini menilai dukungan terhadap Ahok tidak diberikan lantaran Ahok telah memilih jalur independen sebagai kendaraan politiknya.
"Kami belum melihat Ahok sebagai alternatif, sebagai solusi," katanya.
Ia menuturkan dengan tidak mendukung Ahok sebagai bakal calon gubernur, salah satu nama yang akan diusung PKB kembali pada nama Ahmad Dhani yang sempat disuarakan PKB. Dhani dinilai masih memiliki peluang besar untuk menggunakan kendaraan PKB.
"Ahmad Dhani itu menjadi salah satu alternatif, karena dia sudah lama menjadi bagian dari PKB," katanya.
Ia mengatakan meskipun menjadi salah satu bakal calon, Dhani masih merupakan alternatif yang akan dinilai kekuatan politiknya. Apabila Dhani dianggap mampu dengan kapasitas, kapabilitas, dan elektablitas yang baik, maka kans Dhani maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta akan semakin besar.
"Kami lihat hasil surveinya, kalau dia bagus, kami calonkan. Kalau enggak, kami calonkan yang lain. Mungkin Dhani kita dorong sebagai wakil," katanya.
Ahmad Dhani saat mengunjungi kawasan hiburan malam Kalijodo di Jakarta Utara sebelum digusur. (ANTARA/Yossy Widya)
Musisi Ahmad Dhani bakal menantang Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta. Berbekal bendera Partai Kebangkitan Bangsa, Dhani mengincar kursi gubernur pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Di kediaman Ahmad Dhani, Pondok Indah, Jakarta Selatan, kepada wartawan CNNIndonesia.com Resty Armenia, pria yang dimasukkan majalah Rolling Stone dalam daftar ‘The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa’ itu bercerita soal motivasi maju ke bursa pertarungan calon gubernur Jakarta, hingga keyakinannya meraup dukungan dari warga Nahdlatul Ulama di ibu kota.
Apakah Anda memang sungguh ingin jadi Gubernur Jakarta? Motivasinya apa? Gubernur kan kerap dicaci, tak seperti artis yang lebih sering disanjung.
Saya tidak ngoyo. Saya tidak mencalonkan diri. Saya dicalonkan oleh PKB. Motivasi saya maju adalah karena PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) memberikan tugas-tugas khusus kepada saya untuk maju ke DKI-1.
Soal dicaci, saya sudah terbiasa. Saya enggak mikir pendapat orang. Buat saya, pendapat orang enggak pernah saya dengar. Saya melakukan apa yang menurut saya baik.
Tugas-tugas apa saja yang diberikan PBNU kepada Anda itu?
Rahasia.
Kenapa bisa maju dari PKB? Karena NU itukah atau karena dekat dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar?
Nomor satu, dari sejarah awal PKB berdiri, saya sudah ada di situ. Saya juga pernah jadi caleg (calon anggota legislatif) PKB tahun 1999. Dari tahun 90-an, saya sudah sering mengunjungi kiai-kiai NU. Jadi saya orang lama, baik di PBNU maupun PKB.
Kebetulan saya juga dianggap kader oleh Gerindra. Saya kan fully support Prabowo (Pemilu Presiden) tahun 2014.
Katanya, enggak tahu kenapa, (Ketua Umum PAN) Bang Zulkifli Hasan juga menganggap saya kader PAN. Jadi jarang-jarang nih ya satu orang dianggap kader tiga partai.
Jadi mau maju pilkada pakai gerbong mana?
Yang pasti gerbong PKB dan Gerindra. Gerindra akan mulai penjaringan April 2016. Rencananya saya akan masuk penjaringan Gerindra.
Apakah sudah berhitung berapa potensi perolehan suara yang akan Anda dapatkan?
Kalau untuk saya sih, dari Gerindra dan PKB-NU itu sebenarnya sudah cukup besar. Gerindra dan PKB-NU itu massa yang besar sekali.
Yakin bisa menggaet massa NU Jakarta untuk mendukung penuh Anda di pilkada?
Iyalah, pasti. Saya yakin banget warga NU akan milih saya, enggak akan milik Ahok. Saya percaya itu.
Ahmad Dhani berpose di antara barang-barang antik koleksinya di kediamannya, Jakarta Selatan. (CNN Indonesia/Resty Armenia)Apa tiga hal pertama yang Anda lakukan jika terpilih menjadi Gubernur Jakarta?
Pada minggu pertama, saya akan lepaskan Satuan Tugas Antimacet. Ini pasukan khusus untuk mengantisipasi kalau ada kemacetan. Tentu berkoordinasi dengan polisi lalu lintas dan Jasa Marga.
Masyarakat Jakarta tidak akan mengalami masalah lagi dengan sopir Metromini dan angkot. Saya jamin mereka akan tertib di minggu pertama setelah saya lepaskan Satgas Antimacet itu.
Kedua, saya akan membuat konsep flyover all over Jakarta untuk program 10 tahun pembangunan, sehingga dalam 10 tahun ke depan, Jakarta akan full dengan flyover.
Itu seiring dengan rencana saya mencegah pertumbuhan mobil. Saya juga akan membuat jalur khusus motor, dan membatasi waktu bagi truk untuk masuk Jakarta. Nanti ada waktu-waktu khusus untuk truk. Jadi tidak 24 jam truk bisa masuk ke Jakarta.
Ketiga, saya akan berikan kredit untuk UKM (Usaha Kecil Menengah). Misalnya kredit sekarang Rp1 triliun, akan saya lipatkan langsung jadi Rp2 triliun untuk membangkitkan gairah ekonomi di Jakarta dengan melepas kredit UKM itu.
Tiga hal itu yang menurut saya penting, supaya manfaatnya bisa segera dirasakan masyarakat.
Bagaimana reaksi anak-anak Anda waktu mengetahui ayah mereka akan mencalonkan diri jadi gubernur?
Anak-anak sih biasa-biasa saja, tidak bereaksi aneh-aneh.
Anda memberi tahu mereka langsung?
Enggak. Mereka mungkin tahu dari media, hehehe.
Terkait politik yang bukan barang baru buat Anda, apa sih yang menarik dari dunia politik bagi Anda?
Itu sebenarnya hobi. Politik itu salah satu hobinya pria, seperti halnya menembak, berburu. Nah, kebetulan saya enggak berburu dan menembak. Salah satu hobi saya ya politik. Kebetulan itu menurun dari bapak saya. Bapak saya kan politikus.
Anak-anak Anda juga paham soal politik?
Dalam proses-proses ini, rencananya saya kadang akan mengajak anak-anak supaya mereka nantinya tertular akan hobi saya yang satu ini.
Soal dana untuk maju pilkada, berapa anggaran yang Anda habiskan? Selain dari kantong pribadi, adakah kolega dan sahabat yang membantu?
Saya enggak punya uang, harus jual barang. Sekarang belum. Mau jual mobil, mobilnya kredit semua, hehehe. Lagi mikir mau jual apa.
Ratusan juta yang direncanakan untuk menggelar survei independen, sudah ada dananya?
Baru satu pengusaha yang mau support. Mudah-mudahan terealisasi. Pengusaha pribumi, karena belum ada pengusaha Tionghoa yang merapat, hehe.
Seperti apa strategi kampanye Anda nanti? Termasuk lewat musik?
Strategi kampanye saya pasti akan mengejutkan. Karena saya orang yang bergerak di industri kreatif, tentu kampanye saya akan kreatif. Bisa musik, bisa apa saja.
Ahmad Dhani Mundur dari Bursa Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta
Artis musik Ahmad Dhani menyatakan mundur dari bursa bakal calon gubernur DKI Jakarta untuk Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017. Mengapa?
"Ya ternyata untuk menjadi calon gubernur 'isi tasnya' harus banyak," kata Dhani saat berbincang dengan Kompas.com di cabang rumah karaoke Masterpiece Ahmad Dhani Family Karaoke miliknya, di kawasan Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (26/4/2016) malam.
Untuk diketahui, baru-baru ini, Populi Center merilis survei bahwa popularitas Dhani menempel ketat calon petahana, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Hasil survei pada April 2016 menunjukkan, popularitas Dhani sebesar 96 persen dan membuntuti popularitas Basuki yang memperoleh 98,5 persen.
Menanggapi hal tersebut, Dhani mengatakan bahwa popularitas dan elektabilitas bukanlah tolok ukur yang menjanjikan lagi.
Menurut dia, lagi-lagi modallah yang menentukan.
"Jadi, gini ya, variabel untuk jadi calon gubernur itu tidak hanya popularitas dan elektabilitas saja. Ternyata ada yang belum saya punya selain elektabilitas dan popularitas itu. Ya itu tuh, 'isi tas'," kata dia.
Karena itu, kata Dhani, dia sudah tidak punya daya lagi untuk bertarung memperebutkan jabatan gubernur.
Dhani akhirnya mengalihkan fokusnya pada posisi calon wakil gubernur DKI Jakarta.
"Kalau wakil masih yakinlah. Kalau gubernur kayaknya sudah dikasih sinyal bahwa 'isi tas' saya kurang meskipun popularitas saya tinggi," kata Dhani. (Tri Susanto Setiawan)
sumber:
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160313_indonesia_pilkada
http://m.liputan6.com/news/read/2440540/ruhut-lucunya-farhat-abbas-ahmad-dhani-jadi-cagub-dki
http://m.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/16/03/27/o4ntsk365-pkb-ungkap-skenario-untuk-ahmad-dhani-di-pilgub-dki
http://m.cnnindonesia.com/politik/20160311101947-77-116804/ahmad-dhani-warga-nu-akan-pilih-saya-bukan-ahok--1-/#
http://makassar.tribunnews.com/2016/04/27/ini-alasan-ahmad-dhani-mundur-dari-bursa-calon-gubernur-dki-jakarta
Minggu, 05 Juni 2016
Resensi Buku
Resensi Buku Kedua
Identitas Buku
Judul Buku : KARTINI
Penulis : TEMPO
Penerbit : KPG
Cetakan : 11 April 2016
Ukuran/Tebal : 135 x 200 mm, 159 Halaman
Harga : Rp. 40,000 ,00
Bahasa : Indonesia
Sinopsis:
Kartini adalah kontradiksi: ia cerdas sekaligus lemah hati. Ia menyerap ide masyarakat Barat tapi tak takluk pada adat. Ia feminis yang dicurigai. Ia dianggap terkooptasi oleh ide-ide kolonial. Tapi satu yang tak bisa dilupakan: ia inspirasi bagi gerakan nasionalisme di Tanah Air.
Kartini menyuarakan perubahan. Ia membawa perjuangan perempuan pada fase yang baru, tidak sekadar menuntut pengakuan tapi juga mengklaimkeberadaannya dalam kehidupan bangsa.
Hidup Kartini begitu singkat, 25 tahun, namun gagasan-gagasan progresifnya tak lekang oleh zaman. Tulisannya menggambarkan perjuangan panjang di ruang dalam yang belum selesai sekalipun kemerdekaan di ruang luar sudah tercapai.
Kisah tentang Kartini adalah jilid perdana seri Perempuan-perempuan Perkasa yang diangkat dari liputan khusus Majalah Berita Mingguan Tempo April 2013. Serial ini mengangkat, mengupas, dan mengisahkan sisi lain kehidupan tokoh-tokoh perempuan yang memiliki peran besar pada setiap zamannya.
Biografi:
Raden Adjeng Kartini berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, seorang patih yang diangkat menjadi bupati Jepara segera setelah Kartini lahir. Kartini adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI. Garis keturunan Bupati Sosroningrat bahkan dapat ditilik kembali ke istana Kerajaan Majapahit. Semenjak Pangeran Dangirin menjadi bupati Surabaya pada abad ke-18, nenek moyang Sosroningrat mengisi banyak posisi penting di Pangreh Praja.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun dan dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini bersama suaminya, R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat (1903).
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Sekolah Kartini (Kartinischool), 1918.
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.
Kamis, 02 Juni 2016
Resensi Buku
Resensi Buku Pertama
Identitas Buku
Judul Buku : Sejarah Lengkap Indonesia Dari Era Klasik hingga Terkini
Penulis : Adi Sudirman
Penerbit : Diva Press, Yogyakarta
Tahun Terbit : April, 2014
Tebal Buku : 527 halaman
Indonesia adalah negara yang besar dan kaya. Besar, karena wilayahnya membentang dari Sabang sampai Merauke; terdiri dari ribuan pulau kecil dan puluhan pulau besar. Di dalamnya juga terkumpul beraneka ragam ras, suku, agama, etnis, danbudaya. Kaya, karena bumi Indonesia mengandung banyak kekayaan alam. Sebagai negara yang besar dan kaya, ada banyak hal menarik yang bisa digali dari Indonesia. Salah satunya adalah perjalanan sejarah Indonesia dari masa ke masa. Seperti kita tahu, Negara Indonesia tidak lantas berdiri merdeka seperti sekarang ini, tetapi melalui jalan panjang nan berliku. Jauh sebelum “Indonesia” dikenal, di negeriini –yang dulu bernama Nusantara—sudah berkembang suatu peradaban besar yang menjadi cikal bakal lahirnya negara Indonesia (saat ini). Konon, sejarah Indonesia sudah dimulai sejak zaman prasejarah.
Namun sayangnya, masih minim sekali buku-buku yang merekam sejarah Indonesia secara lengkap, kecuali sebuah buku karangan sarjana Barat, M.C. Ricfles yang berjudul (versi terjemahannya)SejarahIndonesia Modern 1200-2004.Buku ini pun hanya membahas sejarah Indonesia di abad modern, yakni sejak tahun 1200 Masehi. Lalu, bagaimana dengan sejarah Indonesia sebelum tahun itu? Bukankah Indonesia sudah dimulai sejak zaman prasejarah? Inilah bukti belum adanya buku yang secara sistematis dan komprehensif membahas Indonesia secara utuh. Padahal,sebagai warga negara Indonesia, setidaknya kita mengetahui sejarah nenek moyang kita.
Nampaknya, keprihatinan atas minimnya referensi tentang sejarah Indonesia yang lengkap dari masa ke masa, ini dirasakan oleh Adi Sudirman –seorang dosen sejarah di Surabaya. Keprihatinan itulah yang membuat Adi Sudirman menyusun sebuah buku tebal tentang Indonesia yang sangat lengkap dan detail, bahkan lebih lengkap dari buku-buku sejenis yang sudah ada. Buku dengan judulSejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik hingga Terkiniini merupakan satu-satunya buku karangan anak bangsa (pribumi) yang berhasil menjelaskan secara gamblang, rinci, dan lugas sejarah Indonesia dari awal sampai sekarang. Mulai dari masa prasejarah hingga era reformasi. Maka dari itu, buku ini sangat layak kita apresiasi mengingat sampai saat ini belum ada buku yang benar-benar menjelaskan sejarah Indonesia dari era klasik (prasejarah) sampai terkini (reformasi).
Sangat menarik sekali ketika kita membicarakan tentang kehidupan nenek moyang kita di era klasik. Kita dapat mengetahui kebudayaan dan cara bertahan hidup nenek moyang bangsa Indonesia di zaman dulu. Konon, selama ratusan ribu tahun sejak zaman Tua sampai Zaman BatuTengah, masyarakat Prasejarah Indonesia hidup sebagai masyarakat nomaden. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk berburu dan mencari makanan. Dalam hal kepercayaan, mereka menganut kepercayaan animisme dan dinamisme melalui daya berpikirnya tentang suatu kejadian atau gejala-gejala alam. (hal. 40-41). Peninggalan kebudayaan nenek moyang kita pun terekam apik dalam buku ini, seperti; ada bejana perunggu di Sumatera dan Madura; Kapak Corong Manusia Purba di Sumatera Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar, dan Irian dekat Danau Sentani; Kapak Lonjong di Sulawesi, Maluku, dan Papua; Dan lain-lain. (hal. 50-54)
Beberapa abad kemudian, tepatnya pada sekitar abad ke-5 M, Indonesia (yang waktu itu masih bernama Jawadwipa) merangkak mencapai kemajuan yang sangat pesat. Hal ini terbukti pada abad-abad tersebut banyak kerajaan-kerajaan besar yang berdiri. Masa inilah yang dalam sejarah Indonesia disebut sebagai era prakolonial. Umumnya, sekitar abad ke-5 M sampai abad ke XI M, kerajaan-kerajaan pada periode sejarah Indonesia prakolonial merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha. Seperti, kerajaan Kutai, Tarumanegara, Kalingga, Sriwijaya, wangsa Sailendra, Medang, Kahuripan, Sunda, Kediri, Singhasari, dan Majapahit. Setelah itu, kerajaan-kerajaan periode berikutnya telah mengalami islamisasi, sehingga mereka disebut sebagai kerajaan Islam. Adapun kerajaan-kerajaan Islam pada era prakolonial yang terekam apik dalam buku ini adalah Samudera Pasai, Ternate, Pagaruyung, Malaka, Inderapura, Demak, dan Aceh. Adapula kerajaan bercorak Kristen di Nusantara, yakni Kerajaan Larantuka.
Kemudian, setelah era prakolonial atau era kerajaan-kerajaan berakhir, Indonesia memasuki era baru pada abad XVI hingga awal abad XX yang disebut era kolonial. Pada era ini, Indonesia dijajah olehbangsa asing, mulai dari Potugis, Spanyol, VOC-Belanda, dan Jepang. Selama kurang lebih 350 tahun Indonesia berada di bawah kekuasaan kolonial. Era kolonial ini –sepertiera-era lainnya—diceritakan dengan detail dan komprehensif oleh Adi Sudirman dalambuku ini, mulai dari sejarah masuknya ke Indonesia, perlawanan rakyat Indonesia, hingga keruntuhan negara-negara kolonial.
Setelah kolonial berhasil dihancurkan,Indonesia pun memasuki era yang lebih cerah yang disebut sebagai era Kemerdekaan Awal, yakni dari 1945-1969. Era ini merupakan masa dimana Indonesia menjadi negara merdeka di bawah kekuasaan Orde Lama, Soekarno. Namun, pada 1969, kekuasaan Orde Lama berhasil digulingkan oleh Soeharto –yang waktu itu menjabat sebagai Jenderal—sehingga kekuasaan pun beralih ke tangannya, yang kemudian dikenal sebagai era Orde Baru. Era Orde baru ini merupakan sisi kelam bangsa Indonesia, sebab pada era ini Indonesia berada di bawah kungkungan presiden diktator dan totaliter Soeharto. Karena itu, pada 1998, melalui peristiwa reformasi, kekuasaan Soeharto berhasil dilengserkan oleh rakyat. Maka, sejak 1998 sampai sekarang, Indonesia pun memasuki era baru yang disebut era Reformasi.
Sungguh menarik membaca buku setebal 527 halaman ini. Dengan apik, Adi Sudirman berhasil menampilkan wajah Indonesia dari masa ke masa dalam sebuahbahasa sederhana, lugas, mudah dipahami, dan tentunya ilmiah. Kelebihan lain dari buku ini adalah pembahasannya yang sistematis dan runtut dari era prasejarah sampai era reformasi, dimana masih belum ada buku serupa yang menandingi buku ini. Juga dilengkapi foto-foto ekslusif dari masa ke masa dan dicetak hardcover. Untuk itu, buku yang hampir tidak ada kekurangannya ini patut dijadikan referensi dan dibaca oleh seluruh masyarakat Indonesia agar mereka tahu bagaimana sejarah perkembangan negerinya dari masake masa. Akhirnya, semoga kehadiran buku ini mampu memperlihatkan “wajah” Indonesia secara utuh dari zaman prasejarah sampai era reformasi.
Langganan:
Postingan
(
Atom
)